Mudik, Asal Usul hingga Kebijakan Pemerintah

By Abdi Satria


nusakini.com-Bandung- Menjelang Hari Raya Idulfitri, masyarakat Indonesia kerap kali disibukkan dengan satu hal yang rutin dilakukan tiap tahunnya. Tradisi itu dikenal dengan sebutan mudik. 

Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mudik memiliki pengertian pulang ke kampung halaman. Biasanya, kegiatan mudik identik dengan kembali ke kampung halaman untuk berkumpul dan merayakan bersama Idulfitri. 

Istilah mudik ini ternyata merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Jawa, yakni ‘mulih dilik’. ‘Mulih dilik’ ini memiliki arti yakni pulang sebentar. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa istilah mudik berasal dari bahasa Betawi yang dihubungkan dengan kata ‘udik’ yang memiliki arti kampung atau desa. Sehingga mudik diartikan menuju udik atau menuju kampung. 

Telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit, mudik menjadi tradisi bagi para petani yang berkelana untuk kembali ke kampung halaman agar dapat berkumpul bersama saudara dan membersihkan makam leluhur dalam rangka meminta keselamatan dalam mencari rezeki diperantauannya. Pada saat itu, mudik sama sekali tidak ada kaitannya dengan perayaan Hari Raya Idulfitri. 

Sejak tahun 1970-an, barulah istilah mudik dikaitkan dengan Lebaran. Banyaknya perantau yang berada di Ibu Kota untuk bekerja, memanfaatkan cuti panjang yang baru bisa diambil menjelang Lebaran untuk kembali ke kampung halamannya. Tak jarang, banyak pemudik yang memanfaatkan waktu mudik ini sebagai waktu untuk berlibur bersama keluarga. 

Berkaitan dengan tradisi yang masif dilakukan setahun sekali di Indonesia ini, pemerintah turut mengatur dengan mengeluarkan berbagai kebijakan. Melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, pemerintah menetapkan hari libur nasional dan cuti bersama. SKB yang biasanya dikeluarkan pada akhir tahun ini ditandatangani oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Menteri Agama, dan Menteri Ketenagakerjaan. Pengaturan cuti bersama dalam SKB ini berlaku untuk umum.

Sedangkan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri, penentuan ketetapan cuti bersama diatur dalam Keputusan Presiden. Hal ini didasari oleh pasal 333 ayat 4 PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, dimana cuti bersama untuk ASN ditetapkan oleh Keppres, sehingga tidak mengurangi hak cuti tahunan ASN. Namun, bagi ASN yang mendapatkan tugas pelayanan kepada masyarakat selama cuti bersama, akan diberikan tambahan jumlah cuti tahunan sebagi kompensasi. 

Berdasarkan dua kebijakan tersebut, masyarakat Indonesia dapat menentukan jadwal mudik untuk merayakan Idulfitri bersama keluarga. Pada tahun 2019 ini, cuti bersama dalam rangka Idul Fitri telah ditetapkan selama tiga hari, yakni 3, 4, dan 7 Juni 2019. 

Dengan demikian, tradisi mudik pada tahun 2019 ini dapat dilakukan selama Sembilan hari, terhitung mulai 1 Juni 2019 yang jatuh pada hari Sabtu, hingga Minggu, 9 Juni 2019. Diharapkan, aktivitas mudik telah selesai pada tanggal 9 Juni, dan rutinitas kerja dapat berjalan sebagaimana mestinya pada Senin, 10 Juni 2019. 

Bagi ASN, wajib hukumnya untuk masuk pada Senin, 10 Juni 2019. Apabila tidak masuk tanpa adanya alasan sah yang menyertai, maka yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi disiplin sesuai ketentuan yang berlaku. 

Oleh karena itu, Menteri PANRB mengeluarkan Surat Menteri PANRB No. B/26/M.SM/00.01/2019 perihal Laporan Hasil Pemantauan Kehadiran ASN Sesudah Cuti Bersama Hari Raya Idul Fitri 1440H. Surat ini mendorong seluruh instansi pemerintah untuk dapat melaporkan kehadiran ASN pada hari pertama kerja tersebut melalui aplikasi sidina.menpan.go.id paling lambat pukul 15.00 WIB di hari yang sama. (p/ab)